kerusakan buah dan sayur
Kerusakan Sayur dan Buah
Kerusakan Fisik
Buah mempunyai kandungan air antara 80-95% sehingga sangat rentan terhadap kerusakan fisik. Kerusakan fisik dapat terjadi pada seluruh tahapan, mulai dari kegiatan sebelum panen, pemanenan, penanganan, grading, pengemasan, transportasi, penyimpanan, dan pemasaran. Kerusakan yang umum terjadi adalah memar, terpotong, adanya tusukan tusukan, bagian yang pecah, lecet dan abrasi. Kerusakan dapat pula ditunjukkan oleh dihasilkannya stress metabolat (seperti getah), terjadinya perubahan warna coklat dari jaringan rusak, menginduksi produksi gas etilen yang memacu proses kemunduran produk. Laju produksi etilen pada beberapa komoditas holtikultura dapat dilahat pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi komoditi hortikultura berdasarkan laju produksi etilen
Laju produksi etilen Jenis Komoditi
Sangat rendah Artichoke, asparagus, bunga kol, cherry, jeruk, delima, strawberry, sayuran daun, sayuran umbi, kentang, kebanyakan bunga potong
Rendah Blueberry, cranberry, mentimun, terung, okra, olive, kesemek, nenas, pumpkin, raspberry, semangka.
Moderat Pisang, jambu biji, melon, mangga, tomat.
Tinggi Apel, apricot, apokat, buah kiwi, nectarine, pepaya, peach, plum
Sangat tinggi Markisa, sapote, cherimoya, beberapa jenis apel.
Sumber: Kitinoja and Kader (2003): Small-scale Postharvest Handling Practices: A manual for Horticultural Crops.
Kerusakan fisik juga memacu kerusakan baik fisiologis maupun patologis (serangan mikroorganisme pembusuk).
Kehilangan air dari produk secara potensial terjadi melalui bukaan-bukaan alami (stomata dan lentisel). Laju transpirasi atau kehilangan air dipengaruhi oleh faktor-faktor internal (karakteristik morfologi dan anatomi, nisbah luas permukaan dan volume, pelukaan pada permukaan dan stadia kematangan), dan faktor eksternal atau factor-faktor lingkungan (suhu, kelembaban, aliran udara dan tekanan atmosfer).
Pada permukaan produk terdapat jaringan yang mengandung lilin yang dinamakan cuticle yang dapat berperan sebagai barier penguapan air berlebihan, serangan atau infeksi mikroorganisme pembusuk. Sehingga secara umum infeksi mikroorganisme pembusuk terjadi melalui bagian-bagian yang luka dari jaringan tersebut.
Gangguan Patologis
Sayuran dan buah banyak mengandung air dan nutrisi yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Supartha (2001), buah yang baru dipanen sebenarnya telah dihinggapi oleh berbagai macam mikroorganisme (mikroflora), baik yang dapat menyebabkan pembusukan maupun yang tidak menyebabkan pembusukan. Mikroorganisme pembusuk dapat tumbuh bila kondisinya memungkinkan seperti adanya kerusakan fisik pada sayuran atau buah, kondisi suhu, kelembapan dan faktor-faktor lain yang mendukung.
Adanya mikroorganisme pembusuk pada buah dan sayuran adalah merupakan faktor pembatas utama di dalam memperpanjang masa simpan buah dan sayuran.Mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan susut pasca panen buah dan sayuran secara umum disebabkan oleh jamur dan bakteri. Infeksi awal dapat terjadi selama pertumbuhan dan perkembangan produk tersebut masih dilapangan akibat adanya kerusakan mekanis selama operasi pemanenan, atau melalui kerusakan fisiologis akibat dari kondisi penyimpanan yang tidak baik. Pembusukan pada buah-buahan umumnya sebagai akibat infeksi jamur sedangkan pada sayur-sayuran lebih banyak diakibatkan oleh bakteri.
Pengaruh Buruk Kondisi Lingkungan
Suhu adalah faktor sangat penting yang paling berpengaruh terhadap laju kemunduran dari komoditi pascapanen. Setiap peningkatan 10oC laju kemunduran meningkat dua sampai tiga kali. Komoditi yang dihadapkan pada suhu yang tidak sesuai dengan suhu penyimpanan optimal, menyebabkan terjadinya berbagai kerusakan fisiologis. Suhu juga berpengaruh terhadap peningkatan produksi etilen, penurunan O2 dan peningkatan CO2 yang berakibat buruk terhadap komoditi. Perkecambahan spora dan laju pertumbuhan mikroorganisme lainnya sangat dipengaruhi oleh suhu.
Kelembaban ruang adalah salah satu penyebab kehilangan
Komentar
Posting Komentar